INFO K ABAR JAMBI- Kuasa hukum Hendri, Jay Tambunan, membeberkan sejumlah kejanggalan dalam kasus sengketa lahan antara kliennya, Budi Harjo, dan pihak penggugat bernama Pendi, yang saat ini tengah bergulir di persidangan. Dalam keterangannya kepada awak media, Jay menyampaikan bahwa agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa I dan II, melanjutkan agenda pekan sebelumnya. Dua saksi fakta yang dihadirkan adalah Budi Harianto dan Isson, yang merupakan sahabat Budi Harjo sekaligus wartawan yang aktif mengawal kasus ini sejak dilaporkan ke Polresta Jambi pada April 2023.
Menurut Jay, para saksi mengikuti seluruh proses penyelidikan, mulai dari Polresta Jambi, Polda Jambi, hingga klarifikasi ke Kantor Pertanahan Kota Jambi sebanyak dua kali. Mereka juga turut memantau aktivitas Budi Harjo di Dinas Tata Ruang. Laporan awal dari Pendi adalah dugaan pelanggaran tata ruang, yang menurut sertifikat tanahnya berbatasan dengan jalan umum di sebelah utara. Namun, sertifikat milik Hendri—mertua Budi Harjo—yang terbit jauh lebih awal pada 1994, menunjukkan di sebelah selatan tanah Pendi tidak terdapat jalan umum, melainkan tanah adat yang belum terdaftar.
Kejanggalan pertama yang disoroti saksi adalah adanya perbedaan antara gambar sertifikat dan kondisi lapangan. Sertifikat Pendi yang dibeli pada November 2017 menunjukkan batas langsung dengan jalan, namun di lapangan ia justru membangun tembok tidak persis di tepi jalan tersebut. Terdapat jarak sekitar empat meter yang merupakan bagian dari tanah Hendri, baru kemudian berbatasan dengan bibir jalan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengapa batas fisik di lapangan tidak sesuai dengan sertifikat.
Kejanggalan kedua terkait laporan tata ruang itu sendiri. Laporan Pendi pada awalnya mengakui bahwa yang menjadi persoalan hanyalah batas dengan jalan umum. Namun, pada April 2024, Polresta Jambi menghentikan penyelidikan dengan alasan tidak ditemukan adanya jalan umum berdasarkan warka dan keterangan dinas. Meski demikian, hasil ukur ulang BPN pada 25 Juni 2023—yang diminta oleh Polresta—menemukan adanya jalan umum selebar 11,5 meter sesuai sertifikat. Jay mempertanyakan mengapa hasil pengukuran tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan bersama BPN, padahal setiap bidang tanah milik negara seharusnya memiliki dokumen resmi di pemerintah dan BPN.
Kejanggalan ketiga adalah perubahan klaim setelah laporan tata ruang dihentikan. Awalnya, jalan di sebelah utara tanah Pendi diasumsikan sebagai jalan umum yang dapat dilalui. Namun, klaim itu kemudian berubah menjadi tanah tersebut adalah milik Pendi. Lebih aneh lagi, disebutkan bahwa itu adalah “jalan rencana” yang belum ada secara fisik, meski digambar dalam sertifikat di atas tanah milik Hendri tanpa persetujuannya. Menurut Jay, hal ini mengindikasikan adanya dugaan pengkondisian untuk mengubah status tanah dari jalan umum menjadi milik pribadi penggugat.
Jay berharap persidangan ini berjalan objektif dan hanya berlandaskan pada fakta serta bukti yang terungkap di persidangan. Ia optimistis, dengan pertolongan Tuhan, kemenangan akan berpihak pada kliennya. “Kami ingin semuanya terang benderang. Fakta di persidangan semoga menjadi pijakan hakim untuk memutus perkara ini secara adil,” pungkasnya.