INFOKABARJAMBI.COM – Sidang tuntutan pada 17 Desember 2024 di Pengadilan Negeri (PN) Tebo menghadirkan drama dan kejanggalan yang menjadi sorotan. Terduga pelaku, ES, dituntut hukuman tujuh tahun penjara oleh Jaksa Rika Buhri, S.H., tanpa adanya alat bukti visum maupun saksi. Tuntutan ini didasarkan hanya pada pakaian berupa baju dan celana yang disebut sebagai barang bukti. Selain itu, muncul dugaan bahwa tuntutan ini sarat dengan tekanan dan ancaman terhadap ES.
Jaksa Rika Buhri, yang bertugas di PN Tebo, diduga memiliki hubungan keluarga dengan pelapor berinisial D. Awak media mencoba mengkonfirmasi tuntutan ini kepada Jaksa Rika Buhri, tetapi yang bersangkutan enggan memberikan penjelasan. Ia berdalih bahwa pengacara (PH) dari ES belum memberikan tanggapan resmi. Harryanto, yang merupakan keluarga dari terduga pelaku, juga berusaha mendapatkan penjelasan terkait putusan tersebut, namun tidak membuahkan hasil. Bahkan, Jaksa Rika sempat berujar agar keluarga langsung menemui ES di Lapas.
Harryanto mengungkapkan kekecewaannya setelah tidak diizinkan bertemu dengan ES oleh pihak kejaksaan. Kejadian ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada unsur dendam pribadi antara pelapor dan terduga pelaku. Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan besar di kalangan media dan keluarga terkait integritas proses hukum yang sedang berjalan.
Keluarga ES bertekad untuk melakukan pledoi sebagai upaya pembelaan terhadap tuntutan tersebut. Jika upaya ini tidak berhasil, mereka akan melanjutkan dengan banding dan melaporkan Jaksa Rika Buhri, S.H., beserta pihak-pihak yang terlibat ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, keluarga juga berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk memastikan keadilan bagi ES.
Apabila nantinya terbukti bahwa ES tidak bersalah, keluarga berkomitmen untuk menuntut Jaksa Rika Buhri, S.H., dan PN Tebo ke Kejagung atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Kasus ini kini menjadi perhatian luas, mengingat pentingnya menjaga integritas dan keadilan dalam sistem peradilan.(Red IKJ)