Kota Jambi – Infokabarjambi.com 8 September 2025
Praktik dugaan pelanggaran aturan daerah kembali mencuat di Kota Jambi. Sejumlah perusahaan dan gudang yang berlokasi di Kelurahan Thehok, Kecamatan Jambi Selatan, hingga perbatasan Kota Baru, diketahui tidak memasang papan nama perusahaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Diduga, penghilangan papan nama ini bukan sekadar kelalaian, melainkan modus untuk menghindari kewajiban pajak dan retribusi daerah. Hal ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam Pasal 2 ayat (2) UU tersebut ditegaskan bahwa pajak daerah mencakup pajak reklame, yang antara lain meliputi papan nama dan sejenisnya. Selanjutnya, Pasal 36 ayat (1) menyatakan:
> “Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.”
Sedangkan dalam Pasal 37 ayat (1) ditegaskan:
> “Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.”
Artinya, setiap perusahaan wajib menampilkan identitas berupa papan nama karena merupakan bagian dari objek pajak reklame, serta tidak dapat menghindari kewajiban membayar pajak daerah.
Selain itu, Pasal 97 ayat (1) menyebutkan bahwa Retribusi Izin Gangguan (HO) dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha tertentu yang berpotensi menimbulkan gangguan. Dengan demikian, meskipun perusahaan menjalankan usaha di luar daerah, kewajiban membayar retribusi tetap berlaku.
Wali Kota Jambi, Dr. dr. H. Maulana, M.K.M., menegaskan komitmennya bahwa perusahaan wajib memasang papan nama.
> “Tidak ada toleransi bagi perusahaan yang mengabaikan aturan. Papan nama adalah identitas hukum perusahaan, bagian dari kepatuhan pada UU dan Perda. Aparat kelurahan dan kecamatan wajib mendata serta menindak perusahaan yang sengaja tidak mematuhinya,” tegas Maulana.
Namun ironisnya, dugaan pembiaran justru muncul di tingkat aparat. Satpol PP, Camat, dan Lurah diduga tidak tegas menindak pelanggaran ini, sehingga menimbulkan kesan adanya praktik “premanisme” berkedok toleransi aturan. Hal ini berpotensi melemahkan wibawa Perda Kota Jambi dan membuka ruang bagi pungutan liar serta praktik koruptif.
Warga menilai, keberadaan perusahaan tanpa papan nama membuat aktivitas usaha menjadi “ilegal secara administratif”. Selain rawan menghindari pajak, juga mencederai asas keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dengan temuan ini, Pemkot Jambi didesak untuk segera melakukan penertiban menyeluruh, bukan hanya dengan himbauan, tetapi tindakan hukum tegas. Jika tidak, maka dugaan praktik penyalahgunaan kewenangan dan lemahnya pengawasan hanya akan memperkuat budaya pungli dan melemahkan marwah hukum di Kota Jambi.