INFO KABAR JAMBI- Aksi demo yang digelar di depan Kantor Jambi Business Center (JBC) hari ini justru memunculkan tanda tanya besar: benarkah mereka peduli lingkungan, atau hanya cari sensasi?
Massa yang mengaku dari “Asosiasi Masyarakat Peduli Lingkungan” datang menyuarakan tudingan miring soal pembangunan JBC. Tapi yang hadir di lokasi hanya tiga orang, jauh dari jumlah yang tercantum dalam izin aksi, yakni 100 orang! Fakta ini langsung menimbulkan dugaan bahwa aksi ini hanyalah upaya settingan dan provokasi.
Pihak manajemen JBC tidak tinggal diam. Mereka menyambut ketiga pendemo dan langsung mengadakan mediasi terbuka di dalam kantor, bahkan di bawah pengawasan aparat kepolisian demi menjamin transparansi. “Kami terbuka dan kooperatif, tapi kami tidak akan tinggal diam terhadap penyebaran narasi palsu dan data ngawur,” tegas perwakilan JBC.
Dan benar saja — bukti-bukti yang dibawa para pendemo ternyata sangat meragukan. Mereka hanya menunjukkan tangkapan layar Google Maps tahun 2002 sebagai dasar tudingan kerusakan lingkungan. Padahal, gambar tersebut sudah tidak relevan dan sangat menyesatkan.
Lebih parahnya lagi, identitas para pendemo pun tidak jelas. Saat diminta menunjukkan KTP, mereka menolak. Salah satu mengaku mahasiswa UNJA tapi KTP-nya dari Bengkulu, satu orang dari Simpang Acai, dan satu lagi diduga dari Palmerah. Ketiganya bukan warga terdampak langsung, dan kelompok mereka tidak terdaftar secara resmi di KESBANGPOL.
Ironisnya, saat dikonfirmasi soal sejarah lahan JBC, mereka malah terlihat bingung. Mereka tidak tahu bahwa area pembangunan adalah eks-Kantor Dinas Peternakan yang memiliki legalitas dan status hukum yang sah. Ini semakin memperkuat dugaan bahwa aksi mereka tidak berbasis fakta dan hanya ingin menggiring opini publik.
Sementara itu, warga sekitar yang benar-benar terdampak justru hadir memberi dukungan penuh kepada pihak JBC, mengapresiasi keterbukaan dan tanggung jawab yang ditunjukkan oleh manajemen.
JBC menegaskan akan terus menjalankan pembangunan dengan menjunjung tinggi asas legalitas, keterbukaan, dan keberlanjutan. Tapi publik kini mulai bertanya: siapa sebenarnya yang ada di balik aksi ‘abal-abal’ ini, dan apa motif sesungguhnya?